pucuk-pucuk duka bersemi diranting cemara
terdiam aku berjalan mengikuti jalan setapak
langkahku terasa begitu berat
lelah...tenggelam dalam bayang matahari senja
kabut menggelapkan pandangku
kadang hati menggelepar
meringkuk
disudut-sudut keperkasaan asa
ah...
wajah itu...
wajah rindu di puncak bukit gersang
mengisyaratkan penat teramat sangat penat
aku bertanya pada tebing batu
siapa dia?????
aku bertanya pada semak
siapa dia?????
aku bertanya kesekian kalinya pada debu
siapa dia?????
namun mereka hanya diam
tebing batu tetap kokoh mencuram
semak hanya bergoyang dihembus sang bayu
debu beterbangan terbawa angin
aku duduk diatas batu hitam
hujan mulai merintik
menerpa
menghujam bumi bagai jarum-jarum kecil yang tajam
bagaikan tirai kusibakkannya dengan berlari
tanpa peduli dia yang belum kutemukan jawabnya
kuturuni jalan setapak
air kecokelatan mengalir deras disisinya
dan tahukah kau......airmataku bercampur dengan air huja
aku terus berlari
kosong.....pikiran menerawang
lalu...
kemudian
aku terjatuh diatas gubdukan tanah merah basah bernisan